TEORI DASAR
GEOLOGI
DAN KONTRUKSI
Geologi
berasal dari bahasa Yunani,
yaitu γη- [ge-, "bumi"] dan λογος [logos,
"kata", "alasan"]. Jadi, geologi adalah Ilmu
(sains) yang mempelajari bumi dan komposisinya, struktur, sifat-sifat
fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
Tujuan geologi
rekayasa adalah untuk mengidentifikasi berbagai jenis kondisi geologi rekayasa
daerah lokasi lapangan dan berbagai masalah geologi yang berkaitan dengan
evaluasi yang komprehensif, analisis, peramalan peran
dalam rekayasa dan konstruksi, kondisi geologi dan kemungkinan perubahan peran
memilih tempat terbaik, dan mengusulkan solusi untuk masalah tindakan rekayasa
geologi yang merugikan, dalam rangka untuk memastikan penggunaan desain
rekayasa rasional, konstruksi dan normal untuk memberikan bukti ilmiah halus
dan dapat diandalkan.
Isi utama dari
teknik studi geologi adalah untuk menentukan komposisi tanah, struktur
organisasi (mikro), fisik, kimia dan sifat mekanik (terutama kekuatan dan
regangan) dan pengaruhnya terhadap stabilitas konstruksi, geologi teknik diklasifikasikan sebagai geologi kinerja
bangunan yang diusulkan meningkatkan metode geoteknik, proyek penelitian akibat
aktivitas manusia mempengaruhi kerusakan keseimbangan alam lingkungan, serta
akibat pergerakan alam seperti tanah longsor dan gempa bumi dan efek fisik
lainnya pada rekayasa dan konstruksi, bahaya geologi dan prediksi, evaluasi dan
pengendalian tindakan, belajar dan memecahkan segala macam rekayasa dan
konstruksi stabilitas pondasi, seperti lereng, tanggul, bendungan, dermaga,
ruang, dan collapsibility, perusakan celah batu untuk mengembangkan seperangkat
prosedur penyelidikan ilmiah, metode dan sarana, langsung untuk semua jenis
desain rekayasa dan konstruksi untuk memberikan bukti geologi, penelitian
pembangunan gerakan daerah lokasi tanah dan dampaknya pada rekayasa dan
konstruksi, menggunakan dan mengembangkan program perlindungan yang diperlukan,
mempelajari karakteristik kondisi geologi rekayasa regional dan perkiraan
dampaknya terhadap kegiatan rekayasa manusia yang timbul dari perubahan yang
dilakukan oleh evaluasi stabilitas regional, dilakukan rekayasa zonasi geologi
dan penyusunan peta.
B.
Konstruksi
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur
atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai
bangunan atau satuan infrastruktur
pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas konstruksi
didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari
bagian-bagian struktur. Misal, Konstruksi Struktur Bangunan adalah
bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur bangunan. contoh lain:
Konstruksi Jalan Raya, Konstruksi Jembatan, Konstruksi Kapal, dan lain - lain.
Dalam pembangunan suatu konstruksi,
terdapat tiga tahapan utama, yaitu pra konstruksi, syn konstruksi, dan pasca
konstruksi. Pada tahapan pra konstruksi ini peranan geologist mutlak
diperlukan untuk menginvestigasi kondisi geologi daerah konstruksi sehingga
didapatkan data dan informasi geologi yang diperlukan. Data dan informasi
geologi tersebut nantinya akan menentukan tahapan konstruksi selanjutnya
(desain konstruksi). Data dan informasi geologi yang diperlukan meliputi
informasi geologi permukaan yang berupa data tanah, batuan, airtanah, struktur
geologi, dan stratigrafi daerah rencana konstruksi. Sedangkan untuk informasi
geologi bawah permukaan meliputi pemetaan, coring, dan pengukuran geofisika
lainnya.
Pada tahapan selanjutnya yaitu
syn-konstruksi. Pada tahap ini, geologist berperan dalam mengawasi perkembangan
konstruksi suatu bangunan berdasarkan keadaan geologi yang telah diidentifikasi
sebelumnya. Pada tahap selanjutnya yaitu tahapan pasca konstruksi, geologist
berperan dalam maintenance terkait perkembangan kondisi geologi pada
daerah konstruksi tersebut.
TEKNIK JALAN RAYA
DAN GEOLOGI REKAYASA
A.
Pengertian Jalan Raya
Jalan raya
ialah jalur-jalur diatas permukaan bumi yang sengaja dibuat oleh manusia dengan
ukuran, konstruksi dan bentuk tertentu sehingga dapat dipakai sebagai jalur
lalu lintas orang, hewan dan kendaraan.
Pada akhir
abad 18, Thomas Telford dari Skotlandia (1757-1834) ahli
jembatan lengkung dari batu, menciptakan konstruksi perkerasan jalan yang
prinsipnya sama seperti jembatan lengkung seperti berikut ini ;
“ Prinsip desak-desakan dengan
menggunakan batu-batu belah yang dipasang berdiri dengan tangan “.
Konstruksi ini sangat berhasil kemudian disebut
“Sistem Telford”.
Pada waktu
itu pula John Mc Adam (1756 – 1836), memperkenalkan kontruksi perkerasan dengan
prinsip “tumpang-tindih” dengan menggunakan batu-batu pecah dengan ukuran
terbesar (± 3“). Perkerasan sistem ini sangat berhasil pula dan merupakan
prinsip pembuatan jalan secara masinal/mekanis (dengan mesin). Selanjutnya
sistem ini disebut “Sistem Mc. Adam”.
Sampai
sekarang ini kedua sistem perkerasan tersebut masih sering dipergunakan di daerah
- daerah di Indonesia dengan menggabungkannya menjadi sistem Telford-Mc Adam.
Dengan pembagian, untuk bagian bawah sistem Telford dan bagian atasnya sistem
Mc Adam.
Perkerasan
jalan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di
Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai
ditemukan kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan Karl Benz pada tahun
1880. Mulai tahun 1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat maju pesat. Di Indonesia perkembangan
perkerasan aspal dimulai pada tahap awal berupa konstruksi Telford dan Macadam
yang kemudian diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat
dan ditaburi pasir kasar yang kemudian berkembang menjadi lapisan penetrasi
(Lapisan Burtu, Burda Buras). Tahun 1980 diperkenalkan perkerasan jalan dengan
aspal: emulsi dan Butas, tetapi dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas
terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar aspalnya yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastic, perkembangan
konstruksi perkerasan jalan. menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang
di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti:
aspal beton (AC) dan lain-lain.
Konstruksi
perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan pada tahun
1928 di London tetapi konstruksi perkerasan ini mulai berkembang pesat sejak
tahun 1970 dimana mulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan sesuai
dengan fungsinya. Sedangkan perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini
baru dikenal sekitar pertengahan tahun 1960 kemudian mengalami perkembangan
yang cukup pesat sejak tahun 1980.
B. Macam - Macam Jalan Raya Menurut Konstruksinya
1. Jalan
tanah yaitu jalur yang belum memiliki lapisan perkerasan, lapisan pondasi dan
lapisan bidang permukaan. Dalam pembuatan jalan di Indonesia perlu
mempertimbangkan penyusutan sbb:
2. Jalan
kerikil/jalan batu pecah yaitu jalur jalan yang telah memiliki lapisan
perkerasan, yang terdiri dari :
3. Jalan
yang diaspal yaitu jalur jalan batu pecah/kerikil yang dilapisi aspal
C. Perencanaan Geometrik Jalan Raya
Perencanaan
Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan
pada perencanaan bentuk fisik jalan sehingga dapat memenuhi, fungsi dasar dari
jalan yaitu memberikan pelayanan optimum (keamanan dan kenyamanan) pada arus
lalu-lintas dan sebagai akses kerumah-rumah. Dalam lingkup perencanaan
geometrik jalan tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan walaupun
dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan seutuhnya,
demikian pula dengan drainase jalan.
Tujuan dari
perencanaan Geometrik jalan adalah “menghasilkan infrastruktur yang aman,
effisiensi pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat
penggunaan biaya pelaksanaan”. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik,
jika dapat memberi rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Dasar dari
perencanaan geometrik adalah
1)
Sifat gerakan, dan
2)
Ukuran kendaraan,
3)
Sifat pengemudi Dalam Mengendalikan Gerak Kendaraannya,
4) Karakteristik
arus lalu-lintas.
Hal-hal
tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan
bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat
kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
D.
Survei
Geologi
Meliputi
pemetaan jenis batuan dilakukan secara visual, dengan bantuan loupe dan
alat lainnya untuk menentukan penyebaran tanah/batuan dasar dan kisaran tebal
tanah pelapukan. Beberapa hal yang dilakukan pada saat survey geologi sebagai
berikut:
a) Penyelidikan meliputi pemetaan
geologi permukaan detail pada peta dasar topografi skala 1:250.000 s/d skala
1:25.000. Pencatatan kondisi geoteknik disepanjang rencana trase jalan untuk
setiap jarak 500 – 1000 m.
b) Pekerjaan penyelidikan lapangan
dilakukan dengan menggunakan peralatan:
1)
Palu
geologi untuk mengambil contoh batuan.
2)
Kompas
geologi untuk menentukan jurus dan kemiringan lapisan batuan.
3)
Loupe (kaca pembesar) untuk
mengidentifikasi jenis mineral yang ada.
c) Lapukan batuan dianalisis
berdasarkan pemeriksaan sifat fisik/kimia, kemudian hasilnya diplot di atas
peta geologi teknik termasuk di dalamnya pengamatan tentang:
1) Gerakan tanah.
2) Tebal pelapukan tanah dasar.
3) Kondisi drainase alami, pola aliran
air permukaan dan tinggi muka air tanah.
4) Tata guna lahan.
5) Kedalaman.
6) Kondisi stabilitas badan jalan
diidentifikasi dari gejala struktur geologi yang ada, jenis dan karakteristik
batuan, kondisi lereng serta kekerasan batuan.
DAN GEOLOGI
REKAYASA
A. Pengertian
Jembatan
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu
konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus
oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau,
saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak
sebidang dan lain-lain. Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan
konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat
sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai
pada konstruksi yang mutakhir.
Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan
sebagai berikut.
1)
Jembatan jalan raya (highway bridge),
2)
Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3)
Jembatan pejalan kaki atau
penyeberangan (pedestrian bridge).
Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan
sebagai berikut.
1) Jembatan di
atas sungai atau danau,
2) Jembatan di
atas lembah,
3) Jembatan di
atas jalan yang ada (fly over),
4) Jembatan di
atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5) Jembatan di
dermaga (jetty).
Berdasarkan bahan
konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain
:
1) Jembatan
kayu (log bridge),
2) Jembatan
beton (concrete bridge),
3) Jembatan
beton prategang (prestressed concrete
bridge),
4) Jembatan
baja (steel bridge),
5) Jembatan
komposit (compossite bridge).
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
antara lain :
1) Jembatan
plat (slab bridge),
2) Jembatan
plat berongga (voided slab bridge),
3) Jembatan
gelagar (girder bridge),
4) Jembatan
rangka (truss bridge),
5) Jembatan
pelengkung (arch bridge),
6) Jembatan
gantung (suspension bridge),
7) Jembatan
kabel (cable stayed bridge),
8) Jembatan cantilever (cantilever bridge).
Pembangunan jembatan
sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi daerah konstruksi. Suatu jembatan perlu
bertumpu pada batuan yang rigid dari berbagai aspek agar stabilitas dan
keberlangsungan jembatan dapat terpenuhi sesuai yang direncanakan. Aktivitas
tektonik/struktur geologi dan kondisi geologi lainnya dapat menyebabkan batuan
yang sebelumnya terbentuk cukup masif akan dapat menjadi retak atau pecah dan
membentuk zona zona lemah. Keberadaan zona lemah pada batuan pondasi
menyebabkan penurunan kualitas batuan. Karena itu keberadaan zona lemah ini
perlu mendapat perhatian lebih dalam perencanaan kontruksi jembatan.
B. Aspek - Aspek Yang Harus
Diperhatikan Sebelum Membangun Jembatan
1.Survei dan Investigasi
Dalam
perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang
meliputi :
1)
Survei tata
guna lahan,
2)
Survei
lalu-lintas,
3)
Survei
topografi,
4)
Survei
hidrologi,
5)
Penyelidikan
tanah,
6)
Penyelidikan
geologi,
7)
Survei bahan
dan tenaga kerja setempat.
Hasil survei dan investigasi digunakan
sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang menyangkut beberapa hal
antara lain :
1)
Kondisi tata
guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan
dengan ketersediaan lahan yang ada.
2)
Ketersediaan
material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3)
Kelas jembatan
yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4)
Pemilihan jenis
konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah,
geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.
2. Analisis Data
Sebelum membuat
rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan
investigasi yang meliputi, antara lain :
1)
Analisis data
lalu-lintas.
Analisis data
lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya
dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2)
Analisis data
hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk
mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan aliran, dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan
akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di
laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian sondir, SPT, boring, dsb.
digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan pemilihan
jenis konstruksi fondasi jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk
menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya dengan alinemen vertikal dan
panjang jalan pendekat (oprit).
TEKNIK PONDASI
DAN GEOLOGI REKAYASA
Pondasi adalah sebagian bangunan bawah tanah dan daerah
tanah/batuan yang berdekatan yang akan dipengaruhi kedua elemen bagian bangunan
bawah tanah maupun beban-bebannya. Seorang ahli pondasi harus memikirkan
bagian-bagian konstruksi yang mempengaruhi pemindahan beban dari bagian
bangunan atas tanah ke tanah sehingga stabilitas tanah yang dihasilkan dan
deformasi yang diperkirakan masih dapat di ijinkan.
Beberapa pertimbangan praktis
tentang pengetahuan teknik pondasi:
-
Integrasi visual dari bukti geologis disuatu
tempat dengan suatu data pengujian lapangan yang memadai dan program pengujian
laboratorium
-
Menetapkan eksplorasi lapangan yang memadai dan program
pengujian laboratorium
-
Merencanakan elemen-elemen bagian
bangunan supaya dapat dibangun se-ekonomis mungkin
-
Pengetahuan akan metode konstruksi
praktis dan toleransi konstruksi yang kemungkinan besar akan didapatkan
A.
Perencanaan
Pondasi
Pada umumnya pondasi bangunan dapat
dibagi dalam 3 golongan utama, yaitu Pondasi langsung dan pondasi plat, Pondasi
tiang dan Pondasi sumuran.
1.
Pondasi lagsung dan pondasi padat
Pondasi
langsung ini perlu mencari daya dukung baik pada lempung maupun pasir. Cara
menentukan daya dukung lempung serta cara penghitungan penurunan pondasi pada
pondasi diatas lempung.
Tabel 5 – 2 beban statis dan dinamis
Dengan mengambil contoh lempung tidak terganggu untuk percobaan Undrained
compression untuk mendapatkan kekuatan gesernya. Nilai kekuatan geser adalah
untuk menentukan daya dukung sampai sedalam 2 kali lebar pondasi, sedangkan
faktor keamanan sebaiknya diambil paling sedikit 3. Pondasi diatas pasir
pengambilan contoh asli adalah untuk pengukuran kohesi (c) dan sudut geser
dalam ( f ) untuk dimasukkan dalam rumus Terzaghi, tetapi pengambilan contoh
pasir asli sangat sulit, maka dengan SPT/sondir akan mendapatkan nilai daya
dukung pasir. Data tersebut dimasukkan pada tabel tekanan tanah pada pondasi
diatas pasir akan ketemu nilai tekanan tanah yang diperbolehkan.
Pondasi plat
diperlukan apabila luas pondasi melebihi luas bangunan, hal ini dilakukan untuk
daerah yang mempunyai kondisi tidak seragam, sehingga akan lebih dapat bertahan
terhadap kemungkinan terjadi penurunan. Pondasi plat diatas pasir umumnya akan
mengalami penurunan kurang lebih sama untuk dimana-mana baik di pinggir maupun
di tengah, sedangkan untuk lempung penurunan ditengah akan lebih besar bila di
banding dengan di pinggir.
2.
Pondasi Tiang
Pondasi tiang ini dilakukan apabila lapisan – lapisan di
bagian atas dari tanah lembek, sehingga tidak cukup kuat untuk memikul bangunan
dengan memakai pondasi langsung maupun plat. Tiang yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu di masukkan sampai lapisan keras dengan mesin pemancang,
sehingga beban bangunan tertumpu pada ujung tiang ini pada lapisan
keras.
3.
Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran ini dilakukan
apabila lapisan keras tidak dalam, sehingga pelaksanaannya lebih mudah dari
pada tiang pancang. Dengan cara membuat sumur sampai kedalaman tertentu untuk
mendapatkan lapisan keras, kemudian lubang ini diisi kembali dengan beton
bertulang. Biasanya diameter sumur paling sedikit 80 cm.
Istilah
:
-
Batu lunak, adalah batu yang
mudah digali dengan alat tangan, juga pecahan batu yang dapat dipatahkan dengan
tangan, batuan ini biasa disebut cadas, padas dan batu yang mengandung banyak
retakan.
-
Batu sedang, dimaksutkan untuk batu yang
sifatnya antara lunak dan keras .penggalian batu ini dengan alat tangan sudah
sukar, tetapi mudah dihancurkan dengan palu.
-
Batu keras adalah
batu yang hanya dapat digali dengan bahan peledak, dan tidak ada retakan
B.
Macam-Macam Tipe Pondasi
Beberapa
tipe bangunan diharapkan dapat mendapatkan pondasi yang stabil dan kuat,
sehingga diperlukan konsultan ahli geologi, untuk mendapatkan rekomendasi
tumpuan batuan dasar pondasi yang kuat dengan pengupasan tanah penutup atau
diperlukan tiang pancang sampai kedalaman tertentu untuk mencapai batuan keras.
(Gambar 5-2), sehingga tidak terjadi kerusakan dasar pondasi seperti retakkan,
hancuran, ambles dll.(Gambar 5-3), beberapa saran perbaikan batuan dasar
pondasi dengan grouting(Rongga, kekar)(Gambar.5-4), kalau perlu
dilakukan perbaikan dasar pondasi dengan Grouting, lubang cor beton,
pasang angkur dll.
Gambar 5 – 2 Tipe pondasi batu. (a) Kaki bertumpu
diatas batu. (b) Akhir tumpuan diatas batu. (c) Tiang pancang masuk dalam batu
Gambar 5 – 3 : Beberapa model tumpuan pondasi salah (a-c)
Pembangunan pada pondasi batu yang hancur, rekah. (d) Terjadi dasar pondasi
TurĂn. (e) Terjadi pergeseran dasar pondasi.
Gambar
5 – 4 Beberapa pondasi khusus. (a) Injeksi semen. (b) Pilar lubang
kebawah,untuk mencegah longsor. (c) Angkur dalam.
KESIMPULAN
1.
Geologi
adalah ilmu yang mempelajari bumi dan komposisinya, struktur, sifat-sifat
fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
2.
Konstruksi adalah membangun sarana dan prasarana, seperti
rumah, jembatan, jalan raya, dan lain - lain.
3.
Geologi rekayasa dan pembangunan saran dan prasarana
(kontruksi) adalah dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Sebulum kita
membangun sesuatu maka kita harus memperhatikan aspek - aspek geologi yang ada
dilapangan. Aspek tersebut antara lain seperti daya dukug tanah, material
agregat untuk jalan raya, bencana geologi, pencemaran lingkungan, dan lain -
lain.
4.
Sebelum membangun sesuatu kita harus melakukan survei
geologi pada area yang akan kita bangun. Survei tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek :
·
Penelitian dilakukan dengan membuat peta geologi.
·
Penelitian dilakukan dengan alat yang memadai.
·
Penelitian terhadap batuan yang ada disekitar areal tempat
rencana pembangunan.
Daftar
Pustaka
Anonim._.
Perencanaan Geologi. http://13010700.blog.unikom.ac.id/peran-geologi.mb.
Tanggal akses 20 April 2014